top of page

Sekarang

  • Writer: Johannes Silentio
    Johannes Silentio
  • Jan 30, 2019
  • 2 min read

Pernahkah kita hidup di masa "sekarang"?


Konon, menurut para ahli fisika, sebenarnya tidak. Sebab apapun yang kita lihat atau dengar, sebetulnya terjadi di masa lampau. Ada sepersekian detik jeda yang dibawa oleh cahaya atau gelombang sebelum mencapai indera kita. Hanya saja karena jaraknya sangat dekat, tidak seperti bintang yang kita lihat di langit, misalnya, maka jeda itu hampir tidak terasa.


Bahkan kitapun cenderung menganggap bahwa bintang yang kita lihat di langit memang ada dan dapat diamati sekarang. Padahal kita tahu, bintang itu datang dari masa silam, hanya saja cahayanya baru sampai ke mata kita sekarang, setelah menempuh entah berapa ratus atau ribu tahun cahaya.


Katakanlah itu benar, bahwa kita tidak pernah hidup di masa sekarang. Tetapi apakah itu berarti kita juga tidak pernah mampu menghargai dan menghayati momen sekarang? Acap kali begitu. Tanpa sadar kita terlalu sibuk dengan masa lampau atau terlalu khawatir pada masa depan sehingga momen-momen masa sekarang justru luput. Padahal pada momen-momen sekarang itulah tersembunyi Kairos (Yunani: καιρός) yang dapat membelokkan hidup ke arah peziarahan baru.


Sebuah kisah dari tradisi Buddhisme Zen selalu memukau saya dan memaksa saya untuk lebih memberi perhatian, menikmati dan mensyukuri masa sekarang. Ini kisah tentang seorang murid yang datang ke Gurunya untuk belajar apa itu Zen.


Mulanya murid itu bingung. Ia sudah menceritakan tentang dirinya selama berjam-jam. Tapi sang guru hanya menyuruhnya duduk dan menyajikan secangkir teh. "Wangi teh ini hanya bisa dinikmati sekarang," kata sang guru. Lalu mereka duduk dalam keheningan.


Minggu depannya, murid itu menceritakan rencana-rencana kehidupannya dan apa yang ingin ia lakukan. Kembali sang guru mengajak ia duduk dan menyajikan secangkir teh. "Wangi teh ini hanya bisa dinikmati sekarang," kata sang guru. Lalu mereka duduk dalam keheningan.


Minggu depannya murid itu datang lagi. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menjabat tangan gurunya. Sang guru tersenyum lalu menyuruhnya duduk dan menyajikan secangkir teh. "Wangi teh ini hanya bisa dinikmati sekarang," kata sang guru. Lalu mereka duduk dalam keheningan.


Kini murid itu sadar, masa lalu adalah kenangan yang hanya dapat diterima tapi tak bisa diubah, sedang masa depan tak perlu dirisaukan karena belum terjadi. Tetapi setidaknya ia bisa menikmati wangi teh yang hanya dapat dinikmati sekarang.


Bisakah Anda menikmati wangi teh itu?

Recent Posts

See All

Commentaires


bottom of page