top of page

Rumah

  • Writer: Johannes Silentio
    Johannes Silentio
  • Jan 9, 2019
  • 2 min read

Saya kira Siddarth Pico Raghavan Iyer (lebih dikenal sebagai Pico Iyer), global traveller dan esais terkemuka Amerika yang lahir di Inggris itu, paling pantas berbicara soal “rumah”. Perbincangannya di TEDGlobal 2013, bertajuk Where Is Home?, sudah ditonton lebih dari tiga juta orang.


Setidaknya ada dua alasan mengapa Iyer paling pantas membicarakan topik itu. Pertama, julukannya sebagai global traveller memang riil. Iyer adalah salah satu dari sedikit orang yang hidupnya hampir selalu dalam-perjalanan; seorang peziarah par excellence yang terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain, menikmati aneka pengalaman dan perjumpaan yang kemudian dituangkan dalam esai-esai memikat. Anda bisa menikmati sebagian catatan perjalanannya lewat laman Pico Iyer Journeys yang asyik.


Kedua, kata “rumah” seringkali membuka pertanyaan lanjutan, “darimana asal-usulmu?” Dan, kata Iyer, justru pertanyaan sederhana itu, dewasa ini, makin jadi rumit untuk dijawab. Iyer sendiri contoh sederhana betapa rumit menjawab pertanyaan sederhana tersebut. Benar dia dilahirkan di Inggris, namun darahnya “murni” India, dan tempat yang paling lama ia tinggali adalah Jepang! Jadi, darimanakah asal-usul Iyer?


Hari-hari ini, lewat kemajuan teknologi dan informasi, orang-orang seperti Iyer akan makin banyak. Mereka menjadi para peziarah global yang terus menerus bergerak, dan seringkali menemukan terminal-terminal persinggahan, entah itu stasiun kereta, terminal bus, atau bandara, menjadi semacam “rumah” bagi mereka.


Sebab “rumah” memang bukan soal sekadar bangunan, griya maupun grha (house), tetapi lebih-lebih suatu perasaan betah (feel at home) untuk tinggal di dalamnya. Dan di balik perasaan betah itu – orang Perancis punya istilah bagus: chez-soi – ada relasi maupun cerita-cerita yang melatarinya, sekaligus membentuk kehidupan kita. Tanpa relasi dan cerita-cerita itu, sebuah bangunan hanya akan berhenti sebagai struktur bangunan, tetapi tidak akan pernah membuat kita tertarik untuk “betah” tinggal di dalamnya, lalu menyebutnya sebagai chez-moi.


Di situ rumah, lalu, bukanlah sekadar tempat kita dilahirkan, tetapi tempat kita berproses menjadi diri sendiri.

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page