Rentan
- Johannes Silentio
- Jan 20, 2019
- 2 min read

· Mengenang Ging Ginanjar
Setiap kali maut menjemput, setiap kali pula kita jadi sadar betapa rentan hidup ini.
Sebab maut datang tidak pernah dapat diduga, atau memberi kabar sebelumnya. Persis seperti pencuri yang datang di malam hari. Kita tidak pernah tahu dan, mungkin, tidak pernah mempersiapkan diri sebelumnya. Tetapi kita sangat sadar dan tahu, setelah ajal tidak ada lagi yang tertinggal. Mungkin hanya kenangan. Namun ini pun akan memudar bersama dengan berlalunya waktu.
Kerentanan itu sungguh menggelisahkan. Juga menakutkan. Itu sebabnya maut tidak pernah dibicarakan terang-terangan. Hanya bisik-bisik saja, dan kalau bisa segera dilupakan. Orang ingin menutupinya dengan menceburkan diri dalam rutinitas hidup yang terasa lebih menjanjikan ketenteraman. Walau ia juga sadar, di balik ketenteraman itu ada lobang eksistensial yang menganga lebar. Sebab sang maut sudah pernah menyentuhnya.
Mungkin karena itu, dalam dunia modern sekarang, orang sedang berlomba-lomba untuk mengalahkan maut. Atau setidaknya menunda kedatangannya entah sampai kapan. Dan konon, kalau mengikuti kemajuan teknologi sekarang, bukan tidak mungkin dalam jangka waktu tak terlalu lama orang akan dapat mengalahkan maut. Riset-riset mutakhir dalam bidang DNA-editing dan bentuk-bentuk kehidupan sintetik ala Craig Venter, maupun "pengawetan ingatan" yang nantinya bisa dipindahkan ke tubuh buatan hasil kloning, memperlihatkan soal itu. Lalu apa yang hari ini kita tonton sebagai science fiction di bioskop, seperti film REPLICAS yang dibintangi Keanu Reeves itu, akan jadi kenyataan sehari-hari.

Apa berarti kerentanan hidup akan hilang? Saya tidak tahu. Sama seperti saya tidak tahu, apakah kita harus bergembira melihat rangkaian kemajuan teknologi itu, atau sebaiknya merasa cemas. Juga Yuval Noah Harari, yang dengan bagus meringkaskan seluruh kemajuan itu dalam bukunya, Homo Deus (2015). Boleh jadi, kemajuan teknologi menandai puncak pencapaian dalam evolusi Homo Sapiens, spesies kita ini. Tetapi, sekaligus juga, menandai titik awal kepunahannya.
Sampai saat itu tiba, yang bisa kita lakukan hanyalah berdendang bersama Sting, How fragile we are…
Comments